Puisi Karangan Bunga karya Taufik Ismail
Tiga gadis kecil
Dalam langkah malu-malu
datang ke Salemba
sore itu.
”Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Tanda kami ikut berduka
bagi yang ditembak mati siang tadi.
Dalam langkah malu-malu
datang ke Salemba
sore itu.
”Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Tanda kami ikut berduka
bagi yang ditembak mati siang tadi.
Untuk menganalisis puisi tersebut diperlukan 4 langkah untuk dapat menangkap gambaran mimesis, yaitu:
1) Memahami kata-kata / ungkapan dalam puisi
Kata-kata yang digunakan pada puisi tersebut bernada sedih atau duka cita, seperti kata
Pita hitam pada karangan bunga
Tanda kami ikut berduka
Penyair juga menggunakan kata-kata yang digunakan untuk mewakili beberapa makna pada puisi tersebut, seperti “tiga anak kecil yang datang malu-malu” dan kata “sore itu”.
2) Memparafrasekan puisi
Parafrase dilakukan untuk dapat memahami dan menangkap makna puisi secara lebih jelas. Puisi “Karangan Bunga” dapat diparafrasekan sebagai berikut:
Ada tiga orang anak kecil. Melangkah dalam langkah yang malu-malu. Mereka bertiga datang ke Salemba (Universitas Indonesia), pada sore hari tadi.
Semua ini adalah pemberian dari kami bertiga. Pita hitam yang diikatkan pada sebuah karangan bunga. Sebab kami ikut berduka dan merasa sedih. Bagi kakak yang ditembak mati karena berdemo memperjuangkan Hak Asasi Manusia lain. Pada siang hari tadi.
3) Mengungkapkan makna
Makna yang dapat diungkapkan dari puisi Karangan Bunga adalah peluapan rasa berbelasungkawa sekaligus bangga terhadap para mahasiswa yang telah meninggal dunia karena tertembak demi membela hak asasi manusia.
Adapun rasa belasungkawa dilukiskan penulis melalui “tiga anak kecil dengan langkah malu-malu” yang datang ke Salemba atau yang dimaksudkan adalah Universitas Indonesia. Tiga anak kecil mewakili golongan manusia lemah yang masih suci dan murni hatinya, yang sebenarnya belum tahu apa-apa tentang peristiwa demonstrasi itu. Tetapi mereka bertiga sudah mampu menyatakan duka cita terhadap gugurnya mahasiswa yang ditembak mati oleh penguasa pada waktu itu.
Penyair juga melambangkan suatu masa dengan kata “sore itu”, karena sore merupakan perantian antara siang dengan malam. Hal itu dapat dimaknai sebagai masa pergantian orde lama oleh orde baru.
Selain itu kesedihan atau rasa duka cita tersebut dilukiskan dengan kata “pita hitam pada karangan bunga” yang dibawa oleh ketiga anak tersebut.
4) Kaitan puisi dengan semesta atau kenyataan
Puisi tersebut memiliki hubungan yang mendalam dengan kenyataan pada saat masa orde lama dimana ramai terjadinya demonstrasi dan meninggalnya mahasiswa yang membela Hak Asasi Manusia, karena puisi itu diciptakan dengan gambaran kejadian duka yang disajikan secara kreatif dengan menggunakan bahasa terutama dengan makna kiasan dan menggunakan lambing-lambang untuk mengungkapkannya.
.
1) Memahami kata-kata / ungkapan dalam puisi
Kata-kata yang digunakan pada puisi tersebut bernada sedih atau duka cita, seperti kata
Pita hitam pada karangan bunga
Tanda kami ikut berduka
Penyair juga menggunakan kata-kata yang digunakan untuk mewakili beberapa makna pada puisi tersebut, seperti “tiga anak kecil yang datang malu-malu” dan kata “sore itu”.
2) Memparafrasekan puisi
Parafrase dilakukan untuk dapat memahami dan menangkap makna puisi secara lebih jelas. Puisi “Karangan Bunga” dapat diparafrasekan sebagai berikut:
Ada tiga orang anak kecil. Melangkah dalam langkah yang malu-malu. Mereka bertiga datang ke Salemba (Universitas Indonesia), pada sore hari tadi.
Semua ini adalah pemberian dari kami bertiga. Pita hitam yang diikatkan pada sebuah karangan bunga. Sebab kami ikut berduka dan merasa sedih. Bagi kakak yang ditembak mati karena berdemo memperjuangkan Hak Asasi Manusia lain. Pada siang hari tadi.
3) Mengungkapkan makna
Makna yang dapat diungkapkan dari puisi Karangan Bunga adalah peluapan rasa berbelasungkawa sekaligus bangga terhadap para mahasiswa yang telah meninggal dunia karena tertembak demi membela hak asasi manusia.
Adapun rasa belasungkawa dilukiskan penulis melalui “tiga anak kecil dengan langkah malu-malu” yang datang ke Salemba atau yang dimaksudkan adalah Universitas Indonesia. Tiga anak kecil mewakili golongan manusia lemah yang masih suci dan murni hatinya, yang sebenarnya belum tahu apa-apa tentang peristiwa demonstrasi itu. Tetapi mereka bertiga sudah mampu menyatakan duka cita terhadap gugurnya mahasiswa yang ditembak mati oleh penguasa pada waktu itu.
Penyair juga melambangkan suatu masa dengan kata “sore itu”, karena sore merupakan perantian antara siang dengan malam. Hal itu dapat dimaknai sebagai masa pergantian orde lama oleh orde baru.
Selain itu kesedihan atau rasa duka cita tersebut dilukiskan dengan kata “pita hitam pada karangan bunga” yang dibawa oleh ketiga anak tersebut.
4) Kaitan puisi dengan semesta atau kenyataan
Puisi tersebut memiliki hubungan yang mendalam dengan kenyataan pada saat masa orde lama dimana ramai terjadinya demonstrasi dan meninggalnya mahasiswa yang membela Hak Asasi Manusia, karena puisi itu diciptakan dengan gambaran kejadian duka yang disajikan secara kreatif dengan menggunakan bahasa terutama dengan makna kiasan dan menggunakan lambing-lambang untuk mengungkapkannya.
.